Kita Semua Penista Agama

Biar Ngga Tengang, Ngopi Dulu. Maap tulisannya jelek, berantakan tidak beraturan. Moga dapat dimengerti dan tidak salah paham dalam...


Biar Ngga Tengang, Ngopi Dulu.

Maap tulisannya jelek, berantakan tidak beraturan. Moga dapat dimengerti dan tidak salah paham dalam menanggapi arti dibalik tulisan ini. Karena hanya Aku dan Rabb-ku yang benar-benar mengerti tafsir dibalik tulisan ini.

Aku bingung harus seperti apa reaksiku tentang kasus yang sedang dihadapi bapak Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Ahok.

Sepertinya aku tak perlu menjelaskan panjang lebar kasus apa yang sedang dihadapi pak Ahok belakangan ini, karena kita semua sudah pasti tau bagaimana kasusnya. Beliau di duga menistakan salah satu ayat yang ada dalam kitab suci milik agama minoritas di negeri ini. Eits, bicara minoritas dan mayoritas kayaknya sensitif yah.

Di twitter, facebook, dan sosial media lainnya. Semua fokus pada kasus yang menimpa Gubernur DKI Jakarta yang menurutku memang omongannya kurang terkendali. Entah memang begitu personal brandingnya (galak, ceplas ceplos) atau pak Ahok memang suka kebablasan dalam menjaga tutur katanya, di mana sebagai pejabat publik, tutur kata pak Ahok harusnya bisa lebih santun. Meskipun orang-orang yang dilawannya berlaku tidak santun.

Bahkan, gara-gara omongan asal. Yah aku menyebutnya asal karena pak Ahok sendiripun mengatakan tak ada maksud apa-apa tentang perkataannya di pulau seribu. Siapa saja yang tak punya maksud apa-apa dalam perkataannya, tentu asal bunyi namanya. Sampai seluruh umat yang terluka karena merasa agamanya dinistakan oleh Gubernur DKI Jakarta turun ke jalan dan menggelar aksi damai yang memang berjalan damai. Setidaknya sebelum perusuh berdarah panas mencedeai aksi damai dengan menyerang sekelompok polisi yang sudah lelah sepertinya mengawal aksi.

Aku mencoba tidak berpihak. Meski dalam hati aku tentu berpihak pada para ulama. Tapi aku coba menilai kasus ini dalam sudut pandang yang netral. Aku akan mulai dengan sebuah kalimat “Kita Semua Adalah Penista Agama”

Hah? Kita penista agama? Yang bener aja!

Iya, menurut aku pribadi, kita semua yang punya agama atau bahkan yang tak punya agama sekalipun sama-sama penista agama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nista memiliki arti hina, rendah. Dan menistakan berarti menghina, merendahkan. Dan kita semua pasti pernah merendahkan agama lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ketika kita beriman pada satu agama dan menganggap agama yang kita anut adalah agama yang paling benar menurut kita. Itu artinya secara tak langsung kita menistakan / merendahkan agama lainnya dengan menganggap agama lain itu tidak benar. Hanya agama yang kita anut yang benar. Bukankah keimanan memang begitu? Kita beriman pada satu hal yang menurut kita paling benar dan yang lain jelas tidak benar.

Daripada tulisan aku muter-muter kayak perbincangan netizen dengan kasus pak Ahok, mari kita persingkat aja. Kita semua penista agama. Dan tak ada kesalahan menurutku tentang itu karena kita tak mungkin tidak merendahkan agama lain. Yang salah itu ketika kita mengatakan atau merendahkan agama lain itu secara terang-terangan seperti ucapan pak Ahok di pulau seribu.

Kita semua adalah penista agama sejak dari dalam pikiran dan dalam hati. Tapi menjadi berbahaya bila kita mengatakannya dengan terbuka atau secara terang-terangan.

Jika kalian bertanya kepadaku, menurut kamu ucapan pak Ahok itu menistakan agama atau bukan? Aku akan menjawab iya, menistakan agama. Karena bapak Ahok berbicara diluar kapasitas dia. Tidak seharusnya beliau mengatakan hal-hal yang seperti itu. Meski aku tau betapa kesalnya pak Ahok karena surah Al Maidah ayat 51 itu selalu digunakan sebagai dalil dan disyiarkan pada umat islam untuk tidak memilih dirinya.

Di luar kekesalan pak Ahok tentang surah Al Maidah ayat 51 itu karena sering dipakai untuk menyerang dirinya agar tak terpilih. Tetap tidak boleh pak Ahok membahas atau membawa-bawa tentang surah Al Maidah itu. Karena jelas pak Ahok tidak meng-imani kitab suci umat islam. Ketika beliau berbicara tentang surah itu, maka jatuhnya menistakan agama. Karena dia tak mengimani ayat itu. Dalam pikirannya jelas itu menipu. Meski pak Ahok berkata tak ada maksud seperti itu.

Bukankah kita juga begitu? Ayat-ayat dari kitab suci dari agama lain akan kita anggap itu adalah tipuan? Setidaknya itu hanya dalam pikiran. Tidak diungkapkan. Karena kita meyakini satu agama, satu kitab dan utusan dari Tuhan.

Jujur dalam hati, aku sudah memaafkan apa yang dikatakan bapak Ahok. Karena aku mengerti betapa kesalnya beliau. Karena sebuah potongan ayat, karir dia dipemerintahan jadi terhambat. Aku mengerti. Jika aku ada di posisi pak Ahok, jelas aku juga kesal. Setidaknya bila di posisi pak Ahok, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak membahas persoalan ayat-ayat agama lain. Apalagi di depan rakyat umum dan berpakaian dinas.

Satu lagi yang bikin aku heran. Kenapa Buni Yani ini jadi sorotan seolah jadi orang yang bersalah yah? Maksudnya semua keributan ini terjadi karena beliau. Dan perdebatan tentang kata ‘pakai’ atau ‘tanpa pakai’pun dari Buni Yani ini. Lah, kan hilangnya kata pakai itu hanya hilang di transkrip Buni Yani. Sedangkan aku dan mungkin kebanyakan netizen lain melihat bukan dari postingan Buni Yani, tapi dari  Youtube. Ya meskipun semua bermula dari Buni Yani.  Tapi tak perlulah berdebat tentang penghilangan kata ‘Pakai’, karena itu hanya hilang di transkrip, bukan dalam video.  Andaikan kata pakai itu hilang dalam video karena diedit oleh Buni Yani. Mungkin barulah itu kesalahan fatal.

Untuk aksi damai kemarin dan tentang bernafsu untuk menyegerakan proses hukum Ahok ini, aku tak akan membantah jika ada kepentingan lain. Ya, itu sulit dielakkan. Beberapa kubu pasti punya kepentingan masing-masing, salah satunya kepentingan politik. Tapi, untuk para ulama yang ikut aksi, aku yakin, niat mereka tulus dari dalam hati untuk membela agama.

Di akhir tulisan ini, aku hanya ingin berterima kasih pada bapak Ahok. Gara-gara beliau aku jadi tau betapa banyak umat muslim yang peduli dengan kitab sucinya. Meski yang ikut aksi damai tidak sempurna akhlaknya, tapi setidaknya mereka ada kepedulian pada kitab sucinya.

Dan terima kasih juga kepada pak Ahok. Netizen jadi senang belajar bahasa. Sampai-sampai saling berdebat tentang kosa kata.

Mungkin, ada banyak lagi hal positif yang kita dapatkan dari kasus bapak Ahok ini.

Aku pribadi sudah memaafkan bapak Ahok. Jujur (entah kalian percaya atau tidak), dalam hati tak ada kebencian lagi kepada pak Ahok. Dan sebetulnya sebelumnya tak ada kebencian. Hanya kaget saja bisa-bisanya pak Ahok membahas hal yang tak seharusnya ia bahas.

Walaupun aku telah memaafkan dan umat telah memaafkan. Tetap proses hukum harus berjalan. Agar kejadian ini tak terjadi lagi dikemudian hari. Entahlah yah. Mencoba netralpun tak bisa. Pasti tulisan ini jelas berpihak pada satu kubu. Yaitu kubu yang setuju bahwa pak Ahok menistakan agama.


Bingung mau nulis apa lagi. Sudahlah aku akhiri.

You Might Also Like

6 komentar

  1. Artikel yg menarik. Tapi mungkin ga semua orang bisa nerima maksud yg ingin penulis sampaikan.

    ReplyDelete
  2. Ga bermaksud apa2.?, perlu di ketahui teko mengeluarkan isinya.Banyak yg bisa terjadi gara2 lidah,bahkan nyawa bisa hilang,alangkah egoisnya bila pengertian hanya di tujukan hanya kepada pendengar,baik pendengar dan pembicara keduanya harus berhati2, karena ketika kata2 ini sudah keluar bila hati sudah terluka,hanya maafnya yg bisa menghapus dosa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas helmi ini komentar yang mananya ya? tulisan aku atau ucapan pak Ahok?

      Delete
  3. Dua2 mas, :),di tulisan mas ada kata2 ga'bermaksud apa2.?. Maaf ya sebelumnya, alasan 1. karena dari kata2 pak A itu jelas penggiringan opini, dobohongi di bodohi berarti tidak ada pilihan, yg ngikut tafsir Almaidah ga sesuai sama pak A itu berarti bodoh. 2. Itu bukan acara debat,opini yang di keluarkan tidak bisa di sanggah apalagi lawan bicaranya pendidikan rendah, bayangkan bila tidak ada orang yg menasehati 3. Beliau beragama bukan islam tapi memasehati orang Islam menggunakan kitap Orang Islam tapi dengan yakinya menggunakan tafsir pribadi (saya ja ga berani bicara agama sama yg berbeda agama,apalagi mensehati mereka), 4. Apa yg diucapkan mencerminkan kesehariannya,pola pikir yg terbentuk yg dia anggap benar itulah yg akan di keluarkan melalui kata2. Itu sih mas, btw selain itu tulisannya oke ko.! Siip

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. tidak perlu berterimakasih sama ahok pada masalah ini....

    ReplyDelete

Silahkan berikan komentarmu

Powered by Blogger.