Bertengkar Dengan Sepupu

Bulan mei lalu, aku mengunjungi pulau bali untuk mengurus sesuatu yang penting menyangkut uang pribadiku. Tidak perlu aku ceritakan disi...



Bulan mei lalu, aku mengunjungi pulau bali untuk mengurus sesuatu yang penting menyangkut uang pribadiku. Tidak perlu aku ceritakan disini. Aku hanya ingin menceritakan tentang problem yang kualami ketika aku berada di pulau itu, lagi.

Dua tahun lalu, aku memutuskan pindah dari sana dan mencari peruntungan di kota lain. Ketika keputusanku ini aku sampaikan kepada kakak sepupuku -yang karena keputusannya-lah aku bisa bersekolah di pulau bali,- dia menolak keputusanku. Aku tak ingin meminta pendapatnya, keputusanku sudah bulat, dan perlahan dia pun menerima, meski sebelumnya dia mengatakan yang baik-baik agar aku tetap menetap di pulau itu.

Bulan mei lalu, setelah dua tahun berlalu, aku kembali menemui kakak sepupuku itu. Kami bertemu pertama kali bukan dibandara. Awalnya aku memang memintanya untuk menjemput, tapi dia menyuruh temannya untuk menjemputku, karena dia sedang bekerja. Jadi, temannya mengajakku menemui kakakku ditempatnya bekerja, disebuah restoran asing yang terletak di daerah Kuta.

Sebelum aku berangkat, aku sudah menyusun rencana, apa saja yang akan kulakukan disana, hari pertama aku mau kemana, dan aku akan menginap dimana, semua telah ku susun dengan sangat matang. Tetapi, ketika bertemu dengan kakakku, dia malah menawari alternatif lain.

Awalnya aku ingin menyewa motor selama di bali, tetap kakak sepupuku malah menyarankan untuk memakai motornya saja karena sewa motor di bali mahal. Jadi daripada menyewa, mending aku memakai motornya saja, tetapi dengan syarat-syarat demi tak merusak waktunya untuk bekerja.

Dia juga menawariku untuk tinggal di kamar yang telah disewanya. Aku yang awalnya sudah meminta bantuan untuk aku tidur kepada temanku yang orang tuanya punya kosan, menerima tawaran itu agar tak merepotkan kakak sepupuku mengantarkan aku ke kosan temanku itu.

Aku membuat keputusan itu agar tak ada yang merasa direpotkan diantaranya teman-temanku di bali. Karena, jika ada yang bersukarela menawarkannya, apalagi dari kerabat sendiri, aku tak enak menolaknya.

Tapi, sayangnya, keputusan yang aku buat hanya menyebabkan masalah antara hubungan baikku dengan kakak sepupuku yang tinggal disana.

Jadi, saat malam, hari keempat aku berada di pulau itu, aku kembali menggunakan motor kakakku untuk bertemu dengan teman-temanku yang lainnya, anak-anak tongkrongan fans k-pop. Kami sudah merencanakan satu hari sebelumnya untuk bertemu di mcdonals malboro. Ketika meminjam, aku pastikan pada kakakku untuk tidak pulang terlalu malam, karena dia menyuruhku untuk tak pulang lebih dari tengah malam.

Aku memastikan bahwa tak pulang tengah malam karena memang begitu awalnya. Karena tak mungkin ngumpul sama teman-teman k-pop sampai tengah malam. Tapi, memang malam-malam sebelumnya aku selalu pulang malam, ini mau tak mau harus aku lakukan, karena aku jarang sekali melakukan kunjungan ke pulau bali. Aku harus menghabiskan waktu berkumpul sama teman sampai kegaringan mulai melanda.

Tapi untuk malam itu, aku pastikan kalau malam ini tidak pulang terlalu malam. Dan ketika waktu menujukkan hampir jam dua belas malam. Kami memutuskan untuk membubarkan tongkrongan kami karena sepertinya kegaringan sudah melanda. Hingga, tiba-tiba saja teman sma yang aku temui dimalam sebelumnya datang lagi dengan teman sma yang belum bertemu. Dan yang ngumpul ramai kemarinpun datang juga membuat tongkrongan semakin ramai saja.

Disitu aku tak bisa menolak kedatangan mereka yang mendadak, mungkin mereka tau dari postinganku di path, dan mereka juga baru pulang dari sebuah acara, mungkin sekalian mampir.

Tongkrongan malam itu akhirnya sampai dini hari.

Disitu, sepupuku sudah mulai marah sepertinya.

Tiba-tiba, jam setengah satu, dia kembali mengirim pesan padaku dengan nada marah. Pesannya ku balas dengan menawarkan alternatif lain dan mengerjakan sesuatu yang dia minta bantu padaku.

Tapi, selanjutnya aku malah kena semprot kata-kata amarah. Bahkan ada kata kasar yang dia kirimkan padaku. Dan juga membuat pernyataan aku menjadi anak liar. Karena tingkat kemarahannya yang sudah level tinggi, dia mengatakan kepadaku untuk tidak lagi datang kekosannya. Dia menyuruhku pakai itu motor sepuasnya dengan nada sarkas. Malam itu benar-benar malam yang panas.

Ketika dia mengirimkan pesan amarah yang totalnya hampir mencapai tiga puluh pesan, aku hanya membacanya saja, tidak aku balas. Karena aku meyakini, apa yang akan kujelaskan melalui percakapan pesan ini hanyalah sia-sia, dan membuat masalah akan jadi lebih runyam karena sepupuku itu masih belum bisa mengendalikan amarahnya.

Aku lebih memilih diam dan mengalah agar masalah tak semakin besar.

Apa yang akan aku jelaskan padanya dalam kondisi marah, tentu akan dianggap dusta dan akan menjadi besar serta semakin runyam. Berdiam sementara lebih baik daripada menjelaskan segalanya saat itu juga, tentu amarah diantara kami berdua akan semakin meluap nantinya. Membesar kemana-mana, dan mengungkit kejadian dahulu yang pernah terjadi. Seperti itulah biasanya.

Dan kejadian ini akhirnya sampai ke telnga bibi-ku di Medan, karena sepupuku melaporkannya. Dan ketika bibi meneleponku dengan maksud menengahi pertengkaran kami berdua, aku jelaskan kepadanya apa sebenarnya yang terjadi. Dan diapun mengerti yang aku jelaskan, dan mengatakan kalau aku benar, tapi juga jangan sampai emosi kepada sepupuku. Memang, waktu aku cerita pada bibiku, aku bercerita dengan penuh amarah, karena apa yang dijelaskannya berbeda dengan apa yang dikatakannya padaku. Ada perbedaan kecil.

Sepupuku mengatakan pada bibi-ku kalau aku membohonginya karena pulang tak sesuai waktu yang dijanjikan, dan kalau aku izin untuk pulang pagi dia pasti memaklumi, padahal dia berkata padaku wajib pulang, karena esok harinya ia akan berangkat kerja pagi.

Setelah berkonsultasi dengan bibi yang berperan menjadi penengah, meski keberhasilan menengahi pertengkaran kami malam itu sedikit, karena memang sepupuku yang satu itu sangat susah dibilangi.

Aku memutuskan untuk tetap tinggal di mcdonals itu sampai pagi tiba. Demi alasan keamananku sendiri. Karena beberapa hari terakhir begitu marak pemberitaan bahwa bali tak lagi aman seperti dulu. Ada begal, dan kejahatan malam hari dijalanan.

Kebetulan malam itu madrid bertanding, dan pastinya ketika pagi tiba sekitar jam lima, jalanan sudah ramai dengan orang-orang yang selesai menonton pertandingan madrid, entah siapa lawannya.

Di mcdonals itu, aku menuliskan pesan yang cukup panjang yang berisi kronologi dan penjelasan mematahkan apa yang dilontarkannya padaku.

Kujelaskan padanya dia terlalu kasar. Kujelaskan padanya bahwa aku tak membohonginya, tapi situasinya sangat berbeda dan dia tentu tidak mengetahui itu, kujelaskan semuanya panjang lebar. Kujelaskan padanya kenapa menyebutku liar, padahal aku hanya berdiam diri di mcdonals, tidak mabok-mabokan atau ketempat hiburan malam, mungkin ini yang jadi ketakutannya.

Kujelaskan juga padanya, kalau aku sudah membuat rencana dengan sangat matang sebelum berangkat ke bali. Kukatakan padanya, semua rencanaku kurelakan rusak total demi tak menolak tawarannya. Kujelaskan padanya, kalau ternyata kejadiannya akan seperti ini, hubungan antar saudara jadi rusak, seharusnya aku tak usah menerima tawaran sepupuku. Kujelaskan semua padanya.

Semua kujelaskan. Apa yang merasa ganjil akan kujawab.

Pesan kuawali dengan kalimat pembuka 'Baca pesan ini kalo emosi udah reda, kalo belom reda, percuma dibaca, karena penjelasan ini tetap dianggap dusta dan akan dianggap sebagai alasan yang diada-adakan.'

Dan ada juga sebuah pesan ditengah-tengah tuk menjelaskan 'pesan yang ditulis dari awal sampe akhir bernada santai, ga maksud menuduh atau semacamnya.'

Dan akupun pulang pagi jam lima kurang, sampai ke kosannya pukul lima tepat dan aku hanya menunggu didepan gerbang sambil menahan kantuk, agar tak mengganggu tidurnya.

Kemudian, jam enam kurang, keluarlah dia, dan tiga puluh menit sebelumnya pesanku sudah centang biru pertanda sudah dibaca. Dia menyapaku dan menanyakan jam berapa aku datang. Tutur katanya lembut dan tidak ada amarah kulihat dalam dirinya. Dan dia pun menyuruhku untuk masuk kedalam kamar dan istirahat dengan nyaman. Suasana benar-benar canggung antara sepupuku dan aku.

Padahal sebenarnya aku mau pergi dari kosannya dan menuju rumah temanku. Sudah buat janji. Tapi apa salahnya istirahat dulu, toh dia kerja.

Meski amarahku sudah tidak ada lagi, aku tetap memutuskan untuk pergi kerumah temanku untuk menginap, dan besoknya temanku yang akan mengantarkan aku kebandara tuk kembali kekota yang kutempati sekarang, kota bogor.

Tapi, ketika aku hendak pergi, petang. Kakakku menahanku untuk tidak pergi. Dia mengatakan kalau dia ingin mengantarku kebandara. Dia menahanku dan memberikan alasan kenapa aku harus tetap tinggal melalui pesan, padahal dekat. Dia menggunakan alasan untuk menghargai temannya.

Dan kuputuskan malam itu tak jadi menginap dirumah temanku, dan yang akan mengantarkanku ialah sepupuku dan temannya.

Karena janji dengan temanku sudah dibuat dan dia sedang dalam perjalanan menjemputku, aku tak bisa membatalkannya begitu saja. Akupun memutuskan untuk pergi jalan bersamanya. Ke toko oleh oleh membeli oleh-oleh dan juga bersantai menikmati malam di echo beach, canggu, bali.

Dan kemudian balik ke kosan kakakku, tertidur lelap.

Esok harinya mereka mengantarkan aku kebandara. Suasana masih saja canggung antara sepupuku dan aku. Jadi, aku hanya berbincang dengan teman sepupuku itu saja.

Suasana canggung mungkin masih terjadi sampai saat ini. Bahkan kami belum menjalin komunikasi lagi setelah aku sampai ke Bogor. Aku tak tau apa yang mau kubicarakan.

Inilah problem antara saudara. Menurutku inilah problem terbesar yang pernah terjadi antara aku dan saudaraku. Aku masih belum terbiasa dengan problem antar saudara, karena memang aku tak suka problem terjadi. Aku biasanya lebih sering mengalah agar problem tak menjadi lebih pelik.

Amarah sudah tak ada diantara kami berdua. Tapi suasana kami benar-benar canggung. Mungkin harus ada alasan penting agar kami berdua bisa menjalin komunikasi kembali. Entah aku yang memulai atau dia yang memulai.

Dalam hatiku terdalam, aku ingin memulai komunikasi kembali, tapi, aku tak bisa melakukannya. Meski dalam etika, harusnya yang terkecil duluan menyapa, aku tak bisa entah kenapa.

sumber gambar: pixabay.com

You Might Also Like

0 komentar

Silahkan berikan komentarmu

Powered by Blogger.