Menyikapi Hari Ibu
22:11Hanya Ilustrasi saja |
Saya menulis tulisan ini tepat pada hari Ibu. Pukul 9.14 WIB
Hampir seluruh negara merayakan hari Ibu. Beda negara, beda pula tanggal perayaannya. Dan bahkan ada juga yang beda pemaknaannya.
Sejarah hari Ibu sebetulnya dimulai ketika Ibu Anna Jarvis-sang pencetus perayaan hari Ibu- Meninggal dunia. Sebelum Ibunya meninggal dunia, kabarnya Anna Bertengkar hebat dengan Ibunya. Bahkan mereka belum sempat berdamai, tetapi Tuhan telah memanggil Ibunya. Anna Jarvis sangat menyesalinya. Karena itu, ia berjanji di depan nisan sang Ibu bahwa ia akan mendedikansikan hidupnya untuk ibu-ibu yang ada di seluruh dunia dan memberikannya penghargaan meski masih hidup ataupun sudah mati.
Anna Jarvis berjuang untuk mengajukan perayaan hari Ibu pada tahun 1908, tetapi sayangnya Kongres Amerika Serikat menolak proposal untuk menjadikan hari Ibu sebagai hari libur nasional. Kemudian pada tahun 1911, seluruh negara bagian Amerika Sekitar menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur. Pada tahun 1914, Woodro Wilson akhirnya menandatangani deklarasi untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional.
Diatas adalah sejarah singkat tentang adanya hari Ibu.
Hari Ibu di Indonesia juga berbeda maknanya dengan perayaan hari Ibu di luar negeri. Tetapi perayaan Hari Ibu di Indonesia menuai Pro dan Kontra. Ada yang menolak untuk merayakannya karena tidak diajarkan oleh agama. Apa yang terjadi dan yang kita perdebatkan dalam perayaan Hari Ibu ini sedikit membuat hati saya miris. Banyak sekali diantara kita mengatakan bahwa ini haram, jangan dilakukan. Memang betul, suatu amalan yang tidak diajarkan, maka amalan itu tertolak. Tetapi dalil ini jangan sampai membuat kita langsung menghakimi orang lain kafir dan semacamnya. Bukan begitu penyampaian orang berilmu dalam menasehati rekannya atau orang lain. Saya akan jelaskan secara perlahan. Jangan emosi.
Diatas saya menjelaskan bahwa beberapa negara berbeda dalam memaknai perayaan hari Ibu. Maka saya akan menjelaskan makna perayaan hari Ibu di Indonesia.
Hari Ibu di Indonesia dirayakan secara nasional tanggal 22 Desember. Tanggal ini diresmikan oleh Presiden pertama, Ir. Sukarno di bawah Dekrti Presiden No. 316 thn. 1953, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Di Indonesia juga merayakan Hari Kartini untuk mengenang aktivis wanita R.A Kartini. Hari ini merupakan bentuk perayaan terhadap emansipasi perempuan. Tetapi banyak yang memperotes perayaan ini dengan berbagai alasan, diantaranya Kartini hanya berjuang di Jepara dan Rembang, Kartini lebih pro Belanda dari pada tokoh wanita seperti Cut Nyak Dien, dll. Karena Presiden Sukarno sudah terlanjur menetapkan Hari Kartini, maka Sukarno berpikir bagaimana cara memperingati pahlawan wanita sekalin Kartini, ada banyak pahlawan wanita. Dan akhirnya Presiden Sukarno memutuskan membuat Hari Ibu Nasional sebagai hari mengenang pahlawan wanita alias pahlawan kaum ibu-ibu dan seluruh warga Indonesiapun menyetujuinya.
Begitulah sejarah singkat Hari Ibu di Indonesia.
Tetapi pemaknaannya sekarang telah berubah, dimana kini hari tersebut diperingati dengan menyatakan rasa cinta terhadap kaum Ibu. Orang-orang saling bertukar hadiah dan menyelenggarakan berbagai acara dan kompetisi, seperti lomba memasak dan memakai kebaya. Ada pula yang merayakannya dengan membebas tugaskan seorang Ibu dari aktivitas rutinnya, dimana Ibu diberikan satu hari istimewa untuk bersenang-senang dengan anak. Biasanya pada hari ini, air mata seorang anak dan Ibu jatuh membasahi pipi dengan derasnya.
Dalam Islam, memang kita diajarkan untuk memuliakan Ibu. Tidak hanya satu hari. Melainkan seumur hidup kita. Tetapi saya tidak bisa menolak perayaan Hari Ibu ini. Mengapa? ada alasan dibalik setiap pernyataan.
Saya rasa satu hari dalam setahun kita mengkampanyekan untuk mencintai Ibu adalah hal baik. Kita mengingatkan dengan serentak kepada seluruh rakyat Indonesia agar mencintai Ibunya. Saya rasa ini bukanlah suatu amalan yang tertolak. Mari kita menganggapnya sebagai dakwah untuk lebih mencintai Ibu. Seperti Gerakan Menutup Aurat, Gerakan One Day One Juz dan sebagainya. Bukankah itu baik?
Di satu hari kita menyerukan kepada warga Indonesia agar mencintai orang tuanya. Dan mereka yang sering lupa dengan orang tuanya juga bisa mengingat orang tuanya karena perayaan hari Ibu ini. Mata mereka akan berlinang air mata karena kampanye-kampanye yang dibuat baik melalui media gambar dan video. Bukankah itu hal baik?
Ingatlah teman-teman, ada banyak yang sering lupa dengan orang tuanya karena sibuknya urusan mereka. Ada pula yang menyimpan dendam dengan orang tuanya karena satu masalah. Bahkan ada juga yang ingin membunuh orang tuanya. Mari kita jadikan satu hari ini menjadi dakwah besar besaran kita untuk memuliakan Ibu. Agar mereka yang lupa dengan Ibunya menjadi ingat pada Ibunya meski satu hari. Ya, itu lebih baik bukan? daripada mereka tidak ingat sama sekali dengan Ibunya.
Mulai sekarang mari kita menyikapi sesuatu dengan lebih bijak. Jangan menganggap sesuatu yang dilakukan orang luar itu buruk. Kita rubah saja pemaknaannya. Kita jadikan Hari Ibu jadi mimbar kita untuk mengajak untuk berbakti pada Ibu, mencintai Ibu, tidak melawan Ibu, menyayangi Ibu dan menjadi pengingat bagi mereka yang lupa dengan Ibunya.
Saya menulis ini tidaklah merasa diri lebih pintar. Hanya saja saya miris melihat sebuah hal baik itu menjadi diharamkan hanya karena sebuah hadits yang tentu hadits tersebut memiliki alasan kenapa disampaikan oleh Rasulullah kepada kita. Ada cerita dibalik pernyataan hadits itu, ada kasus dan ada pertanyaan yang diajukan oleh umat kepada Rasulullah dari setiap sabda beliau.
Semua yang tertera dalam Al-Qur'an dan Hadits memanglah benar adanya. Tetapi terkadang kita sebagai umat yang tidak sempurna pemikirannya sering salah mengira menanggapinya.
Jika saya salah, mohon tegur saya dengan baik.
Terima kasih sudah membaca tulisan ini.
Anna Jarvis berjuang untuk mengajukan perayaan hari Ibu pada tahun 1908, tetapi sayangnya Kongres Amerika Serikat menolak proposal untuk menjadikan hari Ibu sebagai hari libur nasional. Kemudian pada tahun 1911, seluruh negara bagian Amerika Sekitar menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur. Pada tahun 1914, Woodro Wilson akhirnya menandatangani deklarasi untuk menjadikan Hari Ibu sebagai hari libur nasional.
Diatas adalah sejarah singkat tentang adanya hari Ibu.
Hari Ibu di Indonesia juga berbeda maknanya dengan perayaan hari Ibu di luar negeri. Tetapi perayaan Hari Ibu di Indonesia menuai Pro dan Kontra. Ada yang menolak untuk merayakannya karena tidak diajarkan oleh agama. Apa yang terjadi dan yang kita perdebatkan dalam perayaan Hari Ibu ini sedikit membuat hati saya miris. Banyak sekali diantara kita mengatakan bahwa ini haram, jangan dilakukan. Memang betul, suatu amalan yang tidak diajarkan, maka amalan itu tertolak. Tetapi dalil ini jangan sampai membuat kita langsung menghakimi orang lain kafir dan semacamnya. Bukan begitu penyampaian orang berilmu dalam menasehati rekannya atau orang lain. Saya akan jelaskan secara perlahan. Jangan emosi.
Diatas saya menjelaskan bahwa beberapa negara berbeda dalam memaknai perayaan hari Ibu. Maka saya akan menjelaskan makna perayaan hari Ibu di Indonesia.
Hari Ibu di Indonesia dirayakan secara nasional tanggal 22 Desember. Tanggal ini diresmikan oleh Presiden pertama, Ir. Sukarno di bawah Dekrti Presiden No. 316 thn. 1953, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Di Indonesia juga merayakan Hari Kartini untuk mengenang aktivis wanita R.A Kartini. Hari ini merupakan bentuk perayaan terhadap emansipasi perempuan. Tetapi banyak yang memperotes perayaan ini dengan berbagai alasan, diantaranya Kartini hanya berjuang di Jepara dan Rembang, Kartini lebih pro Belanda dari pada tokoh wanita seperti Cut Nyak Dien, dll. Karena Presiden Sukarno sudah terlanjur menetapkan Hari Kartini, maka Sukarno berpikir bagaimana cara memperingati pahlawan wanita sekalin Kartini, ada banyak pahlawan wanita. Dan akhirnya Presiden Sukarno memutuskan membuat Hari Ibu Nasional sebagai hari mengenang pahlawan wanita alias pahlawan kaum ibu-ibu dan seluruh warga Indonesiapun menyetujuinya.
Begitulah sejarah singkat Hari Ibu di Indonesia.
Tetapi pemaknaannya sekarang telah berubah, dimana kini hari tersebut diperingati dengan menyatakan rasa cinta terhadap kaum Ibu. Orang-orang saling bertukar hadiah dan menyelenggarakan berbagai acara dan kompetisi, seperti lomba memasak dan memakai kebaya. Ada pula yang merayakannya dengan membebas tugaskan seorang Ibu dari aktivitas rutinnya, dimana Ibu diberikan satu hari istimewa untuk bersenang-senang dengan anak. Biasanya pada hari ini, air mata seorang anak dan Ibu jatuh membasahi pipi dengan derasnya.
Dalam Islam, memang kita diajarkan untuk memuliakan Ibu. Tidak hanya satu hari. Melainkan seumur hidup kita. Tetapi saya tidak bisa menolak perayaan Hari Ibu ini. Mengapa? ada alasan dibalik setiap pernyataan.
Saya rasa satu hari dalam setahun kita mengkampanyekan untuk mencintai Ibu adalah hal baik. Kita mengingatkan dengan serentak kepada seluruh rakyat Indonesia agar mencintai Ibunya. Saya rasa ini bukanlah suatu amalan yang tertolak. Mari kita menganggapnya sebagai dakwah untuk lebih mencintai Ibu. Seperti Gerakan Menutup Aurat, Gerakan One Day One Juz dan sebagainya. Bukankah itu baik?
Di satu hari kita menyerukan kepada warga Indonesia agar mencintai orang tuanya. Dan mereka yang sering lupa dengan orang tuanya juga bisa mengingat orang tuanya karena perayaan hari Ibu ini. Mata mereka akan berlinang air mata karena kampanye-kampanye yang dibuat baik melalui media gambar dan video. Bukankah itu hal baik?
Ingatlah teman-teman, ada banyak yang sering lupa dengan orang tuanya karena sibuknya urusan mereka. Ada pula yang menyimpan dendam dengan orang tuanya karena satu masalah. Bahkan ada juga yang ingin membunuh orang tuanya. Mari kita jadikan satu hari ini menjadi dakwah besar besaran kita untuk memuliakan Ibu. Agar mereka yang lupa dengan Ibunya menjadi ingat pada Ibunya meski satu hari. Ya, itu lebih baik bukan? daripada mereka tidak ingat sama sekali dengan Ibunya.
Mulai sekarang mari kita menyikapi sesuatu dengan lebih bijak. Jangan menganggap sesuatu yang dilakukan orang luar itu buruk. Kita rubah saja pemaknaannya. Kita jadikan Hari Ibu jadi mimbar kita untuk mengajak untuk berbakti pada Ibu, mencintai Ibu, tidak melawan Ibu, menyayangi Ibu dan menjadi pengingat bagi mereka yang lupa dengan Ibunya.
Saya menulis ini tidaklah merasa diri lebih pintar. Hanya saja saya miris melihat sebuah hal baik itu menjadi diharamkan hanya karena sebuah hadits yang tentu hadits tersebut memiliki alasan kenapa disampaikan oleh Rasulullah kepada kita. Ada cerita dibalik pernyataan hadits itu, ada kasus dan ada pertanyaan yang diajukan oleh umat kepada Rasulullah dari setiap sabda beliau.
Semua yang tertera dalam Al-Qur'an dan Hadits memanglah benar adanya. Tetapi terkadang kita sebagai umat yang tidak sempurna pemikirannya sering salah mengira menanggapinya.
Jika saya salah, mohon tegur saya dengan baik.
Terima kasih sudah membaca tulisan ini.
0 komentar
Silahkan berikan komentarmu