Tergesa-gesa dan Kesal Menanti
15:39Masih dihari yang sama dengan tulisan yang sebelumnya.
Ketika aku duduk di Shelter bus yang sudah usang itu, aku tidaklah sendiri. Sebelumnya ada seorang bapak-bapak yang sedang berdiri tepat didepan pintu shelter seolah menujukkan ia sedang gelisah menanti bus yang tak kunjung datang.
Aku sapa bapak itu untuk menanyakan sesuatu.
"Pak, bus yang mampir disini tujuannya ke Botani Square kan?" Tanyaku
(terdiam sejenak) "Iya mas" jawab bapak itu dengan sangat pelan.
Setelah bertanya, aku duduk di bangku yang telah disediakan sebagai fasilitas shelter ini. Sedang bapak tua bertubuh besar itu tetap berdiri didepan pintu shelter.
Aku sibuk mendengar lagu yang kuputar melalui smartphoneku, sambil membenarkan posisi sepatuku yang tak dimasukkan sepenuhnya.
35 Menit berlalu...
Bus yang ditunggu tak kunjung datang menghampiri shelter ini. Bapak tua itupun mulai menggerutu tak jelas. Sengaja kubuka earphone yang menutupi kedua telingaku untuk mendengar gerutu-gerutu yang keluar dari dalam mulutnya, setidaknya ini caraku mencoba menghargai bapak itu dengan cara mendengarnya.
Bapak itu duduk menghampiriku dan berbagi uneg-unegnya karena bus yang tak kunjung datang. Dia benar-benar marah dengan keadaan ini. Kesabarannya benar-benar habis menanti bus yang tak kunjung datang. Dia mulai menyinggung soal ketepatan waktu. Kenapa bus ini terlambat dan segala macamnya. Dan mulai membanding-bandingkan dengan angkot. Dan berkata "Kalau saya naik angkot, udah sampai dari tadi inih" Ujarnya dengan penuh kekesalan.
Hingga beberapa menit kemudian setelah berbagi uneg-unegnya, diapun pergi meninggalkan shelter dengan muka yang kusut dan tak lupa gerutu yang keluar samar dari mulutnya. Tentu dalam hatinya sangat terdengar keras sekali gerutuannya kepada Bus yang dinanti. Dia pergi meninggalkan shelter dan menanti angkot.
Aku bisa mengerti perasaan bapak tua itu dengan lelahnya menunggu yang sangat diharapkan tapi tak kunjung datang. Aku mengerti dan sering sekali terjadi. Gerutu-gerutu terdengar samar sering kali aku ucapkan sebagai ungkapan kekesalan.
Aku tak kesal hari itu karena memang tak terdesak waktu. Jadi wajar saja aku santai.
Berbeda dengan bapak itu. Mungkin ada sesuatu hal yang ingin diurusnya, Atau mungkin sudah sangat kangen dengan rumah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta. Tiada yang tau. Yang pasti kekesalannya tentu ada sesuatu yang akan dilakukannya, Entah meeting atau rebahan dikasur, mengistirahatkan jasad yang sudah sangat lelah dengan berbagai kegiatan satu hari penuh.
Lagi-lagi aku ingin menyinggung perkara jodoh.
Beberapa yang menanti jodoh, tentu ada menginginkan bertemu segera dan ada juga yang santai menantinya.
Mereka yang menginginkan bertemu segera dengan jodohnya biasanya sudah sangat terdesak dengan waktu. Entah keinginan orang tua atau omongan dari teman-teman, kerabat, dan lingkungan sekitar. Dan sedikit sekali yang menginginkannya karena ya memang menginginkan tuk membina rumah tangga bersama.
Di era ini, semua sama-sama sibuk. Baik lelaki dan wanita.
Semua sibuk bekerja demi mendapatkan rupiah tuk hidup.
Hingga keinginan menikah hanya sebatas keinginan didalam kepala.
Yups, semua pasti menginginkan menikah. Tapi kenapa banyak orang yang sudah sangat kebelet menikah? Tidak lain tidak bukan karena omongan dari orang-orang disekitar, apalagi coba?
Yang sibuk tentu menginginkan menikah. Tapi keinginannya hanya sebatas keinginan karena menyadari kesibukannya. Tapi omongan keluarga dan orang-orang disekitarlah yang membuat ia tancap gas ngebet menikah. Jika niatnya baik, insyaallah dimudahkan. Tapi bila hanya mengikuti omongan orang dan ternyata memilih jodoh yang salah? bukannya malah menjadi bencana dalam kehidupan kita yang singkat ini?
Tidaklah aku ingin mengampanyekan anti menikah buru-buru.
Ingat, menikah itu jangan tergesa-gesa.
Menyegerakan menikah itu memang disarankan dalam agama. Tapi terburu-buru dalam memutuskan tuk menikah, bisa jadi bencana yang benar-benar tak terduga.
Jadi baiknya gimana ya?
Kalau aku sih masih santai saja menanti orang yang nyaman. Bila sudah bertemu dengan yang nyaman, ku coba meyakinkan diri apakah benar dia yang cocok mendampingi hidupku? dan apakah aku juga cocok tuk menjadi pendamping hidupnya? karena tidak fair sekali bila kita hanya memikirkan seorang diri, kita harus memikirkan jugalah apakah kita pantas untuknya.
Bila belum pantas dan kita menganggap dia pantas untuk kita, maka kita harus berusaha memantaskan diri.
Bila tak mau keduluan orang lain, bisa dikhitbah dulu.
Sudah sangat melenceng kemana nih tulisanku.
Intinya begitu.
Dalam menanti jodoh akan ada orang yang sangat menginginkannya dan ada yang santai saja.
Yang tergesa-gesa mulai gelisah menanti, hingga putus asa dengan seseorang dan mencari yang ada saja. NAH! disini bisa saja musibah terjadi. Mencari yang ada saja.
Oke cinta memang bertumbuh sih. Tapi kalo memang dia baik agamnya ga masalah. Tapi gimana jika yang adanya aja itu ga baik? bisa jadi musibahkan?
Jadi jangan tergesa-gesa seperti bapak tua yang tidak sabaran itu. Dia memilih opsi lain yang benar-benar ribet tentunya, naik angkot yang mesti ganti dua kali, sedangkan jika bisa lebih bersabar sedikit, dia akan kedatangan bus yang akan mengantarkannya ketujuan tanpa harus berganti kendaraan.
Sip deh, sekian dulu, setengah jam lagi mau flight menuju pulau Dewata, mengurus sesuatu yang penting disana.
Dayat Piliang.
25 Mei 2016, diruang tunggu Citilink, Terminal 1C gate C2 Bandara Soekarno-Hatta. Ditemani dengan lagu dari Senar Senja, Mondo Gascaro, Soundwave, Tulus, dan Raisa.
Sumber gambar: busyboo.com
0 komentar