Malam 'Maksiat' Pertamaku

Dalam tulisanku sebelumnya sempat menjelaskan aku pernah tinggal di pulau bali. Pulau itu sangat indah, ini fakta. Sangat sempurna bag...



Dalam tulisanku sebelumnya sempat menjelaskan aku pernah tinggal di pulau bali. Pulau itu sangat indah, ini fakta. Sangat sempurna bagi siapa saja yang ingin menikmati liburannya. Di Bali, tujuanku bukan berlibur, tapi melanjutkan Sekolah Menengah Atas. Disinilah aku akan menceritakan pertama kalinya aku menyentuh Bir mengandung alkohol.

Sebuah fakta yang mungkin mengejutkan dizaman modern -sudah seperti zaman jahiliyah, sebelum naik tingkat SMA, aku sama sekali tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol. Kalau menggunakan alkohol pernah beberapa kali, saat kepalaku bocor dan saat bagian tubuhku terluka. Ini serius, aku belum pernah menyentuh minuman yang sangat di haramkan oleh Agama Islam yang menjadi identitasku sejak terlahir kedunia-tepat saat ayah mengumandangkan adzan ditelinga.

Bali, pulau itu mengubahku perlahan. Tahun pertama aku sudah menjadi anak kos disana. Tidak butuh waktu lama untuk menyatu dengan lingkungan sekitar kos yang aku tempati saat tahun pertama. Kebanyakan yang kos ditempat aku menetap untuk sementara ialah orang jawa yang mencoba peruntungan dipulau bali. Mungkin karena itu jugalah yang membuat aku cepat akrab dengan lingkungan. Aku mengenali satu persatu penghuni, mengobrol dan semakin dekat dengan penghuni lama dan penghuni yang baru bergabung dilingkungan kos. Akupun kenal dengan seorang pria. Pria inilah yang memberikanku pengalaman berbeda dari orang lain yang pernah hadir dalam hidupku.

Indra namanya, dia mengajakku bergabung dengan teman pergaulannya. Kemudian mengajakku untuk mendapat pengalaman baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, yang menurut kebanyakan orang harus merasakan pengalaman ini jika berkunjung kebali-ini pemahaman yang salah. Aku menyetujui ajakannya, aku ingin merasakan bagaimana suasana klub malam itu.

Esok hari, tibalah hari yang kunantikan, pengalaman pertamaku merasakan suasana klub malam. Dia mengatakan untuk keluar jam sebelas dari kos, suasana kos pada jam itu sudah sangat sepi-bukan hanya kos, lingkungan sekitar juga sepi, tak ada tanda kehidupan manusia, hanya suara gonggongan anjing yang entah apa arti dari setiap gonggongannya. Aku dan Indra berangkat dari kos menuju tempat perkumpulannya menggunakan motor sederhana milih ayah Indra. Perlu diketahui bahwa aku dan Indra berbeda usia sekitar tiga tahun-dia lebih tua dariku. Malam itu kami melaju dengan santai, motornya tak bisa dibawa ngebut. Dalam perjalanan dia selalu mengingatkan aku untuk bersikap tenang jika sampai dilokasi, jangan gugup agar tak menjadi pusat perhatian orang yang sedang mencoba sinting. Apapun yang terjadi disana, tetap tenang.

Sampailah ditempat perkumpulan. Awalnya aku mengira mereka-cowo yang akan menjadi teman satu malamku untuk bersenang-senang dari kalangan atas. Ternyata semua sama, dari kalangan menengah. Tapi tetap saja, itu bukan masalah besar bagiku. Untuk apa memandang teman dari harta kekayaannya. Malam itu kami bersantai sementara dirumah regi­-salah satu teman baruku yang dikenalkan Indra. Kesehariannya aku tak begitu tau, yang jelas dia seorang pedagang pulsa di lingkungannya. Umurnya sama dengan Indra. Maaf sebelumnya, nama-nama teman yang ada ditulisan ini yang pasti nama asli hanya Indra, selain itu tak tau, karena aku tak mengingat nama mereka. Regi orangnya cepat akrab, dirumahnya ada sudah hadir dua orang yang akan menjadi teman baruku-untuk malam itu. Sebutlah namanya anton dan adi. Menurut informasi dari Indra, adi pedagang makanan-seingatku bakso keliling, dia juga sudah menikah-entah benar atau tidak. Kalau anton tak begitu ingat. Mungkin Indra tak menjelaskan.

Setelah lingkungan rumah regi sepi, tak ada tanda-tanda calon pembeli pulsa. Regi menutup toko pulsanya itu yang menyatu dengan rumahnya. Kami berangkat menuju legian, tempat dimana banyak klub malam yang murah meriah, masuk gratis tanpa biaya. Ada juga dari mereka yang mabuk dari luar, numpang joget didalam. Bebas, pemasukan klub itu bukan dari pengunjung yang masuk, tapi pemasukan mereka hanya dari minuman yang mereka jual kepada orang-orang yang lelah akan dunia yang mereka jalani. Jalanan itu terlihat sepi dari kendaraan, sepanjang jalan berjejer klub malam-satu bangunan ruko satu nama klub. Manusia dari berbagai jenis berlalu lalang, memasuki satu klub ke klub lain disebelahnya, mencari mana yang paling asik suasana dan musiknya.

Aku, Indra dan teman lainnya memilih satu klub-aku lupa namanya. Bangunan club itu berlantai dua, lampu utama dalam bangunan itu merah darah, berkolaborasi dengan warna-warni lampu disko yang dimiliki klub malam itu. Kami menuju lantai dua bangunan. Menyusuri tangga dan menyusuri lantai dua menuju balkon, memilih tempat duduk. Asik, benar-benar asik pengalaman pertama bagiku. DJ menyalakan musik sangat kencang. Telingaku tak sakit. Nyaman mendengarnya, itulah yang ingin aku rasakan, selalu aku bayangkan sebelumnya. Organ dalamku seolah bergerak mengikuti irama musik, disusul dengan bagian tubuh luarku, tak bisa menahan gerak. Seorang teman menghubungi dengan sms, entah siapa yang dia hubungi, sebenarnya aku tak mau tau, tapi karena yang lain tau seolah akan bergabung dengan kami, aku jadi penasaran.

Tak lama, datang seorang pria berpakaian perempuan, menghampiri kami. Aku cemas disitu, takut menjadi korban pelecehan seksual-kacau sekali pikiranku. Dia semakin mendekat, kemudian menyapa kami semua. Indra dan yang lain menyapa dengan sopan pria itu-hanya aku yang tidak, aku tak mengenalinya. Ahh, ternyata pria itu teman dari Indra dan yang lainnya, mereka sudah kenal. Sebut saja namanya dena. Dena kembali kebawah, aku tak mengerti situasi saat itu, tak lama dia membawa empat botol bir berlabel bintang. Setelah berbincang sebentar dengan kami, yang kuingat dari pembicaraannya hanya dia tak bisa menemani kami lama, dia ada job bernyanyi-saat itu aku ketahui kalau profesinya adalah penyanyi dari satu klub ke klub lainnya, tak lebih dan aku tak ingin berpikir buruk tentang profesinya. Empat botol bir itu diberikannya secara cuma-cuma. Indra membukakan bir pertamaku yang sangat aku nantikan untuk mencicipi rasa dan nikmatnya meminum minuman berdosa itu.

Malam itu penuh kegembiraan dengan teman-teman baruku. Aku menikmati malam penuh maksiat itu. Terlihat banyak aurat wanita yang mengenakan pakaian sangat minim-tertarik melihatnya, tatapan penuh nafsu. Beginilah diriku, hanya sebatas bisa menatap secara diam-diam, tak bisa lebih. Aku memiliki phobia, phobia apa itu? Mungkin lain waktu akan kujelaskan dalam blog ini. Malam itu kami bersenang senang, menikmati empat botol Bir gratisan untuk lima orang, jadi masing-masing orang tak menikmati satu bir, tapi siapa yang kuat minumnya, dialah yang banyak menikmati bir malam itu. Malam yang indah jika aku tak mengenal Tuhan-sayangnya amalm itu aku tak memikirkan Tuhan yang aku sembah lima waktu dalam sehari, dan mengingatNya tiap saat. Aku melupakan Tuhanku untuk satu malam. Berdosanya diriku ini.

Malam pertama menikmati suasana lampu disko yang memancarkan beragam warna berkelap-kelip, menikmati musik yang di pandu DisJokey dengan gaya maksimal menyihir pengunjung didalamnya untuk bergoyang-entah kenapa orang lebih taat dengan perintah DJ daripada Tuhannya. Malam pertamaku ternyata tak sempurna seperti yang kubayangkan. Tiba-tiba saja ada polisi yang datang kedaerah klub malam itu. Aku yang masih dibawah umur-tak memiliki KTP, sangat khawatir saat kedatangan polisi yang sedang menjalankan tugasnya merazia. Malam itu Indra dan teman baru bersepakat merencanakan sesuatu untuk menyelamatkanku. Aku tak tau rencana mereka, sepertinya tak ada yang mereka bicarakan, hanya anggukan saja sebagai kode, seolah sudah tau rencananya. Mungkin mereka mengirimkan isi rencana dengan Telepati. Indra menarikku menuju lantai satu, dia menyuruhku tetap santai saat keluar-oh iya, saat itu polisi belum memeriksa klub yang kami kunjungi. Aku dan Indra keluar dengan santai dari klub itu dan berjalan kemanapun-menjaih dari sekitar klub. Malam itu informasi kenapa polisi mengadakan razia, karena ada kabar yang membawa pisau pada malam itu. Tak lama, teman-teman yang lain menyusul Aku dan Indra yang tak terlalu jauh dari lingkungan klub.

Malam itu jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Perlahan tapi pasti detak jantungku kembali normal, kembali tertawa dengan teman-teman. Kami tak kembali masuk kedalam klub, kami memutuskan untuk menyusuri jalan Raya Legian yang sangat sepi dari kendaraan yang berlalu lalang, semua kompak berada di dalam klub. Ujung jalanan itu ada sebuah pantai. Mereka mengajakku berjalan menuju ujung jalan. Sepanjang perjalanan kami bertingkat seolah mabuk berat, padahal jika seseorang meminum satu botol bir, mana mungkin bisa mabuk. Kami benar-benar melakukan hal gila. Orang-orang sekitar-petugas hotel, memandangi kami dengan tatapan aneh dan takut. Kami tetap saja bertingkah mabuk berat. Bicara tak jelas. Berteriak sangat aneh-mengganggu. Kemudian mobil polisi yang berpatroli mendekat kearah kami. Mendadak saat itu kami bersikap santai. Saat mobil polisi melewati kami, salah seorang teman menyapa polisi dan memberi hormat. Tanpa diberi perintah, kami juga ikut menyapa polisi itu dan memberi senyuman-palsu kepada polisi malam itu. Polisi yang berpatroli pun menyapa kami dengan hangat dan juga memberi senyum-sepertinya tulus. Terbebaslah kami dari kecurigaan polisi. Kalau kami tetap bertingkah mabuk, mungkin kami akan diperiksa, hehe. Selamatt…..

Sampai di ujung jalan-menemukan pantai. Kami bersantai dipantai yang gelap. Ada pria dan wanita yang sedang menikmati suasana malam-menunggu pagi disana. Entah mereka suami istri atau tidak, kami tak memperdulikannya. Kami hanya ingin menikmati malam ini agar tak membosankan. Menyusuru pantai itu, aku tak tau nama pantainya. Dalam suasana seperti itu mana sempat mengingat untuk menanyakan nama sebuah pantai. Kami memperhatikan apa saja disana untuk dijadikan bahan pembicaraan. Lama menghabiskan malam dipantai. Kemudian kembali ketempat tinggal masing-masing. Aku pulang bersama Indra dengan motor sederhana milik ayahnya itu. Suara kenalpot motor itu sangat deras-melebihi suara motor Valentino Rossi. Bisa dibilang itu motor jadul nan butut. Aku tak malu berboncengan dengannya, untuk apa, toh juga orang yang melihatku malam itu tak akan bertemu lagi. Jikapun bertemu, mungkin mereka tak ingat. Untuk apa malu dan gengsi.


Sampai disini saja deh ceritanya, meski gambaran yang aku berikan kurang lengkap dan kurang bagus untuk kalian baca. Tak masalah ya, aku hanya mencoba melatih skill menulis. Memilih susunan kata yang pas. Dan tulisan ini akan kubaca lagi agar tak terlupa dengan kisah yang menurutku indah. Kalian janganlah mencobanya. Bukankah Tuhan sudah melarang? Bisa marah besar Tuhan kepada kalian. Aku yakin saat itu Tuhan marah kepadaku. Nikmat itu hanya sesaat, dosanya akan tetap melekat. Janganlah kalian mencobanya dengan niatan untuk coba-coba mencari pengalaman. Ini hal yang tidak benar dan tak baik untuk ditiru.

You Might Also Like

1 komentar

  1. AYO SEKARANG JUGA JOIN DI BETDANWIN KARENA KAMI LAGI MEMBERIKAN PROMO REFERRAL 50 % UNTUK PARA PECINTA POKER HANYA DENGAN MELAKUKAN MINIMAL DEPOSIT Rp.10.000 DAN MINIMAL WITHDRAW RP.20.000.SEGERA DAFTARKAN DIRI ANDA DAN MENANGKAN CHIPS SAMPAI RATUSAN JUTA RUPIAH.KUNJUNGI JUGA WEBSITE KAMI DI WWW.BETDANWIN.COM ATAU HUBUNGI LIVECHAT KAMI YANG RAMAH DAN SIAP MEMBANTU ANDA.

    ReplyDelete

Silahkan berikan komentarmu

Powered by Blogger.