Luka Hati Karena Intoleransi
23:48Keseimbangan Pada Kulit Zebra |
Toleran dan Intoleran bukan bahasan baru di negeri ini. Pembahasan tentang ini selalu memecah kita menjadi dua kubu yang berbeda. Kubu A menganggap kubu B yang intoleran dan kubu B mengganggap kubu A yang intoleran. Intinya, kedua kubu menganggap kubu mereka tak bersalah.
Jelas tidak bersalah. Apa yang mereka lakukan, meski kata orang itu prilaku yang intoleran, jelas mereka menganggap itu bukan suatu prilaku yang intoleran. Mereka punya dalil dalam melakukan sesuatu yang kita tidak mengerti tentang dalil itu, karena kita tidak melihat dari sudut pandang mereka.
Ketika kita melihat dengan sudut pandang mereka, mungkin saja kita bisa lebih memaklumi atau setidaknya mengerti atas dasar apa mereka melakukan tindak yang menurut kita intoleran. Jadi, kita tak perlu memperdebatkan yang akan memicu pertengkaran dan bahkan dapat mengeluarkan kata kasar dari beberapa orang yang tidak mengikuti pembahasan satu isu sepenuhnya, hanya mengambil garis besarnya saja yaitu ‘ini bersalah, mari kita musuhi’
Semua perdebatan yang memicu pertengkaran ini sebabkan karena kurangnya tabayyun dan tetap berbicara tanpa menggunakan data. Mereka hanya berbicara, berdebat dan bertengkar dengan opini yang mereka munculkan dalam kepala ketika membaca satu atau dua berita dari media yang bisa saja didasari dari opini juga. Tidak berdasarkan data yang valid kebenarannya. Aku juga sering berbicara tanpa menggunakan data yang valid kebenarannya, alias menggunakan opini pribadi, tapi aku selalu mengatakan, ini opiniku saja. Jangan dijadikan acuan. Dan aku berusaha senetral mungkin dalam menyikapi dan memberi sebuah opini pribadi kepada publik.
Bukankah kebanyakan media saat ini begitu. Lebih mementingkan kecepatan ketimbang kebenaran yang valid. Jadi, mereka membuat berdasarkan dari opini kebanyakan orang. Dan kita-pun ikut terhasut tanpa mengetahui kebenarannya.
Tentang intoleran yang terjadi di kota Bandung beberapa waktu lalu, jelas aku begitu menyesal itu bisa terjadi. Dan aku selaku umat muslim, memohon maaf yang sebesar besarnya kepada umat nasrani yang ibadahnya terusik karena adanya kelompok yang mengatasnamakan kaum muslim melakukan aksi pembubaran peribadahan natal
Apa yang terjadi di Bandung beberapa waktu lalu, jelas masalah serius. Karena menyangkut isu yang amat sangat sensitif, tentang mengganggu ibadah umat agama lain. Sedang kita semua tau, bahwa kebebasan dalam menjalankan ibadah sudah dijamin dalam undang-undang yang kita sepakati bersama.
Tapi, lagi-lagi, masalah serius ini menjadi semakin besar dan memunculkan perdebatan antara netizen di dunia maya. Begitu banyak kompor yang membesar-besarkan masalah ini. Ada beberapa kemungkinan (ini jangan dijadikan acuan, karena kemungkinan yang aku buat hanya berdasarkan opini-ku)
Bisa jadi, kompor di dunia maya itu membesarkan masalah ini demi menjaga ke eksisan mereka di dunia maya. Mereka tidak akan mengabaikan isu ini, karena ini kesempatan mereka untuk tetap eksis. Bila mereka tak melakukan ini, akun mereka akn sepi masa dan mana bisa menjadi buzzer/influencer?
Bisa jadi, kompor di dunia maya membesarkan masalah ini karena ketidaksukaan mereka dengan pemerintah yang menjabat di daerah itu. Ketidaksukaan mereka dengan kepemimpinan suatu pemerintahan menjadikan kesempatan ini untuk dibesarkan agar bisa menyalahkan kepemimpinan yang tidak becus dari suatu pemerintahan yang sedang menjabat.
Dan, bisa saja mereka betul-betul ingin membela mereka yang tersakiti perasaannya karena prilaku orang-orang intoleran menurut mereka.
Pada kemungkinan pertama yang aku jelaskan. Jelas inilah masalah paling besar di negeri ini. Bagaimana tidak, sekelompok orang yang menghasilkan duit karena crowd mereka, membesarkan sebuah isu yang sebenarnya kecil (bukan tentang pembubaran di sabuga).
Ini jelas akan menghancurkan negeri ini. Mereka memanas-manasi orang-orang untuk membenci seseorang yang meurut mereka harus bertanggung jawab penuh. Mereka memanas-manasi masa mereka hanya dengan opini saja. Demi meramaikan lini masa mereka. Ketika masa telah berkumpul menyimak mereka, jelas crowd yang mereka ciptakan akan menjadi sumber penghasilan mereka untuk menjadi buzzer brand atau mungkin, mereka membesarkan satu isu yang sebenarnya kecil adalah pesanan dari orang-orang yang tidak suka dengan seseorang yang patut disalahkan.
Tapi, bila kemungkinan ketiga yang terjadi pada netizen yang memiliki masa banyak dan membahas satu itu, murni karena ingin membela satu kelompok yang menurut sudut pandang mereka adalah kelompok yang terdzolimi. Alangkah baiknya tidak mengajak untuk membenci. Bahaslah satu isu yang kalian bela itu dengan bahasa yang baik dan berikan pelajaran kepada masa yang membaca pembahasanmu agar tidak diulangi dikemudian hari. Ajak mereka untuk mengambil pelajaran berharga dari isu yang terjadi. Jangan malah membesar-besarkan masalah tanpa solusi. Hanya senang dengan opini berbeda yang memunculkan perdebatan yang mengalir di timeline.
Mari kita belajar dari K.H Abdullah Gymnastiar ketika menyikapi kasus penistaan agama oleh Bpk. Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Keriuan ini jangan hanya sebatas keriuhan semata dan hilang seketika tanpa kita mendapat apa-apa. Kita harus mendapatkan pelajaran dari setiap kasus yang terjadi.
Tak pelu kita mengompori untuk membenci. Baiknya kita ambil sudut pandang yang berbeda dalam suatu kasus, dengan sudut pandang yang baik tentunya. Mengajak teman-teman netizen untuk mengambil pelajaran yang bisa diambil. Jangan hanya ribut-ribut dan nyinyir-nyinyir tak jelas tanpa ada solusi. Jikapun keributan disertai solusi, jangan sampai solusi yang dipaparkan hanya sebatas wacana saja dari pemberi solusi dan untuk pembaca solusi. Ajak diri dan netizen untuk menjalankan solusi yang sudah diberi.
Dan yang paling penting sebetulnya, mari kita adil sejak dalam pikiran. Jangan hanya karena kebencian kita kepada seseorang membuat masalah yang sebetulnya bisa dibicarakan baik-baik menjadi besar dan memicu pertengkaran. Bisakah kita seperti ini?
Oke, tak apa membesarkan satu isu yang perlu kita bela. Tapi coba dengan bahasa yang baik agar perdebatan tidak muncul yang menjadikan dua kubu menjadi bertengkar. Mari berikan opini yang santun dan tidak memprovokasi untuk membenci.
Toleran atau intoleran itu hanya ilusi. Kita menganggap diri kita toleran, belum tentu orang beranggapan sama. Sama seperti ketika kita membela seseorang dengan didasari dalil toleransi, apakah orang yang kita tuduh intoleran menganggap kita toleran? jelas tidak. Luka karena prilaku intoleran dari kelompok tertentu akan semakin menjadi karena ocehan dari mereka yang semakin memperkeruh suasana. Memprovokasi masa dengan opini yang menjadi acuan masa yang menyimak untuk dijadikan dalil membenci. Entah tulisanku begitu juga atau tidak. Semoga tulisan ini tidak memprovokasi siapapun. Tetapi mengajak orang untuk mengambil hikmah dari satu masalah yang terjadi di bumi pertiwi.
Yah, lagi-lagi tulisanku benar-benar membingungkan yang baca. karena tidak tertata rapi. Maklum, penulis amatir yang sedang melatih skill dengan menuliskan opini dari perbincangan yang terjadi.
Semoga ada manfaatnya. Ambillah yang baiknya dan buang jauh-jauh yang buruk.
Kalau kau tak setuju dengan tulisan ini, cobalah nasihati aku melalui jalur pribadi. Atau jika ingin menasihati aku secara terbuka, bisa dengan bahasa santun ketika berkomentar. Agar tidak muncul perdebatan yang memicu pertengkaran.
Salam damai, untuk Indonesia yang cinta damai.
9.29pm, Senin. 12 Des 2016.
@ The Angkringan Cafe, Bogor.
Untuk berkomunikasi denganku, bisa follow akun twitter @dayatpiliang atau akun instagram @dayat.piliang
Untuk berkomunikasi denganku, bisa follow akun twitter @dayatpiliang atau akun instagram @dayat.piliang
sumber gambar: allthefreestock.com / iwaria / published by: Raphaelo
1 komentar
setuju banget, pernah dengar ada yang ngomong gini, "jangan mengukur sepatu orang lain dengan kakimu."
ReplyDeleteSilahkan berikan komentarmu